Ascaris lumbricoides

Posted by Unknown Kamis, 21 Maret 2013 0 komentar

Ascaris lumbricoides adalah cacing yang pertama kali diidentifikasi dan diklasifikasi oleh Linnaeus melalui observasi dan studinya antara tahun 1730-1750an. Dari hasil observasinya, Linnaeus pergi ke beberapa tempat di dunia untuk mengonfirmasi wilayah penyebaran parasit tersebut. Linnaeus diberi kesempatan untuk menamai parasit tersebut.

Penyebab utama dari kebanyakan infeksi oleh parasit ini adalah penggunaan kotoran manusia untuk menyuburkan tanah lahan pertanian atau perkebunan dimana tanah tersebut digunakan untuk menumbuhkan tanaman sebagai bahan makanan. Cacing dewasa hidup di dalam usus besar dan telur yang dihasilkan betinanya terbawa oleh material feses. Pada material tersebut larva cacing dalam telur berkembang mencapai stadium infektif di dalam tanah. Makanan yang berasal dari areal agrikultur dimana tanahnya telah terkontaminasi oleh feses yang berisi telur infektif, dapat mentransmisikan telur secara langsung ke manusia. Makanan yang terkontaminasi dengan telur infektif dimakan oleh manusia dan larva tersebut keluar dari telur di dalam usus.

1. Sejarah idenfitikasi cacing A. lumbricoides:
Sejarah cacing ascaris yang menjangkiti manusia telah terjadi bahkah sebelum adanya catatan sejarah. Telur dari A. lumbricoides telah ditemukan di dalam corpolith (feses manusia yang telah membatu) dari beberapa wilayah di Amerika Selatan. Sampel corpolith tersebut telah diidentifikasi dan dipercaya merupakan feses yang diekskresikan pada ribuan tahun kebelakang. Di wilayah yang sekarang dikenal dengan nama Peru dan Brazil, keduanya menyimpan bukti bahwa A. lumbricoides ditemukan pada spesimen lampau atau corpolith. Pada negara-negara di asia tenggara dan Cina juga terdapat bukti tersebut, seperti halnya pada mummi yang ditemukan di Mesir dan sisa-sisa dinasti Ming negara Cina.

Hanya sedikit bukti-bukti yang didapat di daerah Eropa karena spesimen manusia yang ditemukan kurang kuat bertahan, berbeda halnya dengan spesimen-spesimen lain yang didapat di daerah beriklim kering. Bukti tersebut dihitung dari banyaknya jumlah bukti arkeologis dari organisme yang ditemukan dari sisa jasad manusia.

Pada akhir 1600an, peneliti bernama Edward Tyson, berkebangasaan Inggris, menulis deskripsi detail dari cacing tersebut, walaupun fakta penyakit ascariasis telah diuraikan dan pengobatannya telah terdokumentasi beberapa abad sebelum kontribusi Tyson. Buku karangan Veslius merupakan buku yang dipelajari oleh Tyson. Buku tersebut menguraikan tentang Lumbricus teres (teres berarti bumi) yang boleh jadi merupakan sebab dari infeksi A. lumbricoides. Studi anatomis membutuhkan ilustrasi gambar yang baik serta deskripsi verbal, karena itulah hasil kerja Tyson tersebar luas kedalam beberapa disiplin ilmu.

Hasil kerja Tyson berisi tentang ilustrasi parasit usus yang dibedah untuk pertama kalinya. Ada pula ilustrasi yang menjelaskan tentang perbedaan parasit jantan dan betina serta ilustrasi telurnya. Namun Tyson memandang rendah kemampuan parasit betina dalam memproduksi telur. Dia menjelaskan bahwa hanya sekitar 1000 telur yang dihasilkan oleh tiap parasit, namun investigasi terbaru menunjukkan hasil bahwa satu cacing betina dapat menghasilkan sampai 200.000 telur per hari selama 1-2 tahun masa hidupnya. Karenanya akan mudah melihat sebuah endemik terjadi di suatu daerah hanya karena infeksi dari beberapa organisme saja. Tyson juga menjelaskan bahwa cacing bereproduksi secara seksual di dalam usus besar, namun dia tidak menunjukkan hubungan bagaimana cacing tersebut bisa sampai di usus.  

2. Morfologi cacing Ascaris lumbricoides:
Cacing jantan berukuran sekitar 10-30 cm, sedangkan betina sekitar 22-35 cm. Pada cacing jantan ditemukan spikula atau bagian seperti untaian rambut di ujung ekornya (posterior). Pada cacing betina, pada sepertiga depan terdapat bagian yang disebut cincin atau gelang kopulasi.
Cacing dewasa hidup pada usus manusia. Seekor cacing betina dapat bertelur hingga sekitar 200.000 telur per harinya. Telur yang telah dibuahi berukuran 60 x 45 mikron. Sedangkan telur yang tak dibuahi, bentuknya lebih besar sekitar 90 x 40 mikron. Telur yang telah dibuahi inilah yang dapat menginfeksi manusia.
 Gambar telur Ascaris lumbricoides dibuahi:

Gambar telur Ascaris lumbricoides tidak dibuahi:

Gambar telur Ascaris lumbricoides dekortiasi:



 3. Siklus hidup cacing A. lumbricoides:
Ukuran cacing jantan untuk spesies ascaris yang hidup di usus besar manusia biasanya memiliki ukuran sedikit lebih kecil daripada cacing betina dengan panjang maksimum betina sampai 35 cm. Setelah telur terbawa bersama feses, telur-telur tersebut memerlukan waktu inkubasi selama 2 minggu di dalam tanah sebelum telur dapat terus hidup dan mencapai kemampuan untuk menyebabkan infeksi. Setelah memakan sayuran yang dipanen dari lahan yang terkontaminasi telur tersebut, telur akan menetas di usus besar manusia dan masuk ke sistem sirkulasi (pembuluh darah) dengan cara melewati sistem sirkulasi portal hepatik. Rute sirkulasi ini membawa darah yang mengandung larva yang baru menetas langsung melewati jantung ke dalam paru-paru.

Cacing A.lumbricoides tidak dewasa segera setelah menetas, namun bisa terlebih dahulu bermigrasi dalam tubuh dan akhirnya sampai ke paru-paru. Mereka berbegerak sampai ke saluran pernapasan yaitu bronkioli dan bronkus, dimana mereka akan dibatukkan dengan sputum dari sistem respirasi lalu tertelan. Dengan cara inilah larva tersebut memasuki jejunum (pangkal usus halus setelah duodenum sampai ke ileum). Pada jejunum parasit ini akan terus menginfeksi tubuh sampai mereka tumbuh menjadi cacing dewasa di usus. Setelah kira-kira dua bulan dari infeksi pertama parasit, telur akan tersimpan dan terbuang dalam material feses dimana telur-telur tersebut akan berubah menjadi infektif pada tanah yang hangat dan lembab selama 2 minggu. Cacing betina akan menghasilkan telur infertil ketika tidak terjadi proses reproduksi dengan cacing jantan.  

4. Transmisi penyakit kecacingan A. lumbricoides:
Manusia akan terinfeksi ketika menelan telur berisi embrio cacing dari tanah yang terkontaminasi oleh feses. Telur di dalam feses biasanya mengandung larva stadium satu dan maturasi larva terjadi di tanah. Larva stadium dua tercapai setelah telur yang dibuahi berada 2 minggu di dalam tanah. Larva dalam telur memiliki kemampuan infektif dan berpotensi menyebabkan ascariasis saat telur tertelan oleh manusia.  

5. Diagnosis laboratorium cacing A. lumbricoides:
Diagnosis yang paling sering dilakukan adalah dengan mengidentifikasi telur A. lumbricoides yang dibuahi atau telur yang tidak dibuahi (fertil dan tidak fertil). Cacing dewasa juga dapat diidentifikasi karena cacing dewasa dapat dikumpulkan dari anus, hidung atau mulut. Larva A. lumbricoides juga dapat ditemukan di sputum atau cairan bilas lambung dari individu yang terinfeksi.  

6. Pengobatan dan pencegahan kecacingan A. lumbricoides:
Pengobatan ascariasis bisa dilakukan dengan berbagai jenis obat antihemlintik seperti mebendazole atau piperazine. Stadium larva parasit bisa tidak terpengaruh dengan pengobatan tersebut maka diperlukan pengobatan berulang. Pencegahan infeksi A. lumbricoides adalah dengan penyediaan fasilitas sanitasi untuk defekasi, cara cuci tangan yang benar dan cara mencuci bahan makanan yang benar. Penggunaan feses manusia untuk penyubur tanah harus dihindari. 









Baca Selengkapnya ....

TEKNIK MENIMBANG DAN MELARUTKAN ZAT KIMIA

Assalammu'alaikum,,, hai sahabatku yang baik hatinya...
:)
Saya mau sedikit share nih tentang Teknik Menimbang dan Melarutkan Zat Kimia....
Dimulai dari alat-alat apa aja yang harus disiapkan, sampai penghomogenannya didalam labu ukur,,
Untuk sahabat yang penasaran dan mau tau gimana caranya, silahkan putar video dibawah ini..!!!
semoga bermanfaat yah....
Trik SEO Terbaru support Online Shop Baju Wanita || Digital Areas - Original design by Bamz | Copyright of Belajar jadi Analis Handal.